Dunia berlalu cepat
Segera seperti angin yang pergi
Menjemput malam dan mengganti cuaca
Secerah atau segelap refleks diri kita padanya
Dunia hanya improvisasi sandiwara
Yang nanti menentukan arah pertunjukkan nyata kita sebenarnya
Berada di dunia kekal tempat alam akhirat
Jumat, 14 Desember 2012
Sabtu, 08 Desember 2012
Mimpi
Tahukah kau arti mimpi?
Yang muncul di kala semangat, yang mundur di kala patah arang.
Mimpi bisa jadi adalah tujuan, tapi bisa juga jadi harapan.
Mimpi bisa membuat seseorang bertahan, meningkat, dan berusaha lebih keras.
Tahu rahasia mimpi? Bahagia dan harapan, itu kandungannya.
Hidup tanpa mimpi tak akan terasa bahagia, tak akan terasa kehidupan.
Yang muncul di kala semangat, yang mundur di kala patah arang.
Mimpi bisa jadi adalah tujuan, tapi bisa juga jadi harapan.
Mimpi bisa membuat seseorang bertahan, meningkat, dan berusaha lebih keras.
Tahu rahasia mimpi? Bahagia dan harapan, itu kandungannya.
Hidup tanpa mimpi tak akan terasa bahagia, tak akan terasa kehidupan.
Rabu, 28 November 2012
Analisis Novel
ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN
EKSTRINSIK
NOVEL DAUN YANG JATUH TAK PERNAH
MEMBENCI ANGIN
KARYA TERE-LIYE
Oleh : Dina Annisa
1) Tema
Tema Novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin adalah cinta tidak harus memiliki.
2) Penokohan
a. Tania
-Seorang gadis yang sangat setia pada orang yang ia sayangi ("... Lihat, yang kamu pajang di atas meja cuma foto kalian berdua di tengah jalan ini saja!..." (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 110)),
-Ambisius ("Kemarin Tania dapat hasil quiz math. Nilainya 95. Ada lima anak yang dapat 100. Tania kecewa sekali." (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 73)),
-Teguh Pendirian (Aku tak bisa melawannya, aku sudah bersumpah. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 64),
-Tidak Sabar (Aku tidak peduli,terus mengetuk-ngetuk kursi di depan tak sabaran saat mobil menuruni jalan kecil menuju rumah. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 117)),
-Berani bertindak (Itu untuk kesekian kalinya aku berdebat dengan dosen. Aku tidak takut nilai akhir-ku akan dijelek-jelekkan. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 168)),
-Memanfaatkan orang lain (".... Cuma bantu ngantar dari bandara. Portir deh. Nggak lebih, nggak kurang. Nggak akan ke sini lagi!" (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 187))
-Tegar. (Membuat energi kesedihan itu menjadi sesuatu yang berguna. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 160))
b. Dede
-Pintar (Dede juga sudah bisa menghafal semua abjad. Bayangkan, hanya dalam waktu satu hari. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 34)), (Dan Malam itu (entah kenapa) aku menantang adikku cepat-cepatan menyelesaikan berbagai Lego itu. Lima Lego, aku kalah telak kelima-limanya. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 121)),
-Teguh Pendirian (Soal menepati janji, Dede sama seperti aku, bisa dibanggakan. Yang susah adalah membuatnya bersepakat di awal dengan janji tersebut. Sekecil itu Dede paham betul soal tawar menawar janji. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 52)),
-Mengerti perasaaan orang lain ("... Karena Dede tak mau mengganggu Kak Tania lagi dengan semua kenangan itu. Karena Dede pikir semua urusan ini sudah selesai." (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 246)),
-Sinis, percaya diri (Dan adikku dengan "sinis" menertawakan Jhony Chan yang tak bisa menyelesaikannya. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 95)),
c. Danar
-Memiliki hati yang tulus dan baik (Mukanya amat menyenangkan. Muka yang memesona oleh cahaya kebaikan. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 23)), (Tentu saja semua modal usaha kue itu dari dia. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 46)),
-Membohongi perasaan sendiri (Aku tahu dia dulu juga tak pernah menjawab pertanyaanku secara langsung saat kami masih pacaran, tetapi waktu itu dia selalu tersenyum kepadaku. Senyum yang menyenangkan. Setidaknya aku merasakan jawabannya iya. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 228))
-Seorang pria yang berprinsip kuat ("Tania, kehidupan harus berlanjut. Ketika kau kehilangan semangat, ingatlah kata-kataku dulu. Kehidupan ini seperti daun yang jatuh.... Biarkanlah angin yang menerbangkannya.... Kau harus berangkat ke Singapura!" (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 70))
-Peduli ("Beeeuh, dia malah yang ngingatin Dede untuk istirahat dan makan...." (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 111)),
-Optimis ("Kau anak yang bisa diandalkan, Tania. Selalu. Kau akan tumbuh besar dan cantik di sana.... Pintar membanggakan!" (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 71)),
-Ambisius (Dia juga maju sekali dalam kariernya. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 77))
d. Ibu Tania
-Pekerja Keras (Usaha kue itu maju sekali. Beberapa bulan kemudian Ibu harus mengajak dua anak tetangga untuk membantu di hari-hari tertentu. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 46)),
-Tidak memaksakan kehendak (Ibu tidak pernah mengomel berapa pun uang yang kami bawa pulang. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 22))
e. Kak Ratna
-Peduli dan baik hati ("Tak usah, Sayang. Aku sudah mengganggu harimu.... Biar aku pulang sendiri." (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 150))
f. Anne
-Terus Terang ("Cewek artis itu sama sekali tak menganggapmu sebagai musuh. Bahkan dia meminta bantuanmu." (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 151)),
-Berani mengakui kesalahan ("Aku dulu mungkin keliru. Ya, aku dulu keliru.." (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 144)),
-Bijaksana ("Hakmu jauh lebih besar dibandingkan hak dia, bahkan juga dibandingkan dengan kewajibanmu memastikan pernikahan itu berjalan lancar..." (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 144))
g. Miss G
-Bertanggung jawab (Semuanya beres. Yang ngurus Miss G. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 75))
h. Adi
-Impulsif ("... Tetapi ini hanya bisa kulakukan jika aku tidak sedang dengan seseorang yang kuncintai... Dan malam ini aku sepertinya tidak bisa menghentikannya..." (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 14))
i. Miranti
-Gadis yang baik dan peduli. Tidak sombong dengan kesuksesan. (Miranti bahkan masih menyisihkan sebagian besar uang untuk Dede. "Royalti dan lain sebagainya. Kak Tania pokoknya harus setuju!" (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin hal. 183))
3)Latar
a. Latar Tempat
-Rumah Kardus. (Tiga tahun lamanya aku dan Dede menjalani kehidupan di rumah kardus itu. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 30)),
-Toko Buku di kota Tania. (Dari lantai dua toko buku paling besar di kota ini, kalian bisa melihat dengan leluasa pemandangan jalan besar yang ramai persis di depannya, juga jalan paling besar di kota ini. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 8)),
-Bandara (Dia dan adikku mengantar ke bandara. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 87)),
-Rumah Sakit (Maka setelah terisak berberapa saat aku menmgalah duduk mendeprok di lantai lorong rumah sakit. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 55)),
-Pemakaman (Membuat keheningan pemakaman itu pecah seketika. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 62)),
-Kelas. (Apalagi saat aku diperkenalkan ibu guru di kelas. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 33)),
-Dunia Fantasi. (Sepanjang kami di Dunia Fantasi, Kak Ratna berdiri di sebelahnya. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 39)),
-Kontrakan. (Setidaknya di kontrakan baru tersebut.... (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 50)),
-Asrama di Singapura (Malamnya kami langsung ke dorm. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 93)),
-Halaman depan (Dia membuat acara kecil di halaman depan yang luas. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 80)),
-Hotel (Kami tiba di hotel. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 93)),
-Toko buku di Singapura. (Buktinya, saat Dede ingin membeku buku-buku di salah satu toko buku terbesar Singapura, dia hanya mengangguk. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 96)),
-China Town. (Kami makan malam di China Town. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 98)),
-Kampus National University of Singapore. (Aku mengajaknya jalan-jalan di Kampus National University of Singapore (NUS). (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 100)),
-Taman. (Kami berjalan dan duduk-duduk menghabiskan waktu di sepanjang taman. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 101)),
-Lapangan basket. (Saat lewat lapangan basket, ia menyempatkan diri bergabung bermain bersama mahasiswa. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 101)),
-Jalan tol. (Ketika mobil melaju kencang membelah jalan tol, aku merasa taksi itu justru berjalan seperti siput. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 117)),
-Kuala Lumpur. (Percuma aku jauh-jauh datang bertanya ke Kuala Lumpur. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 134)),
-Flat Sewaan. (Seseorang datang ke flat sewaanku. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 147)),
-Jalanan. (Mobilku pelan memasuki ramainya jalanan. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 161)),
-Toko kecil. (Toko kue itu kunamai "Mother". (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 167)),
-Shopping center Orchard Road. (Malamnya dihabiskan berburu Lego di salah satu shopping center Orchard Road. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 175)),
-Kelas mendongeng. (Esok paginya saat hari Minggu, setengah hari dihabiskan di kelas mendongeng. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 176)),
-Rumah makan. (Kami makan siang di rumah makan dekat flat. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 177)),
-Pecinan. (Malamnya kami menuju Pecinan. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 178)),
-Apartemen. (Naik lift lagi menuju lantai apartemenku. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 204)).
-Rumah Ratna dan Danar. ("Aku ke rumah mereka beberapa hari lalu.." (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal, 206)),
-Kamar bercat biru. (Aku mengosongkan kamar bercat biru itu. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 255)),
-Bus kota. (Bus kota penuh oleh orang-orang yang baru pulang kerja. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 22))
b. Latar Waktu
-Malam hari. (Desau angin malam menerbangkan sehelai daun linden.(Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 254)),
-Siang hari. (Siang itu dia mengajak teman wanitanya. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 39)),
-Pagi hari. (Pagi itu Ibu tiba-tiba tak sadarkan diri. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 54)),
-Sore hari. (Sore itu juga Ibu dibawa pulang ke kontrakan. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 61))
c. Latar Suasana
-Damai menentramkan. (Tetapi cukup untuk membuat indah kerlip lampu. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 7)),
-Sepi, tenang. (Tentu saja dia bisa mendengar suara langkahku. Gemeresik getas dedaunan. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 234)),
-Canggung. (Tersenyum tanggung. Lantas undur diri pelan-pelan. Menunduk. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 12)),
-Emosi. ("Tania!" Adi berteriak parau terduduk di bawah hujan sana. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 15)),
-Tegang. (Tak memedulikan wajah protesku yang hendak sesegera mungkin kembali ke dalam. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 14)),
-Sedih. (Ibu mulai menangis sekarang. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 59)),
-Hangat. (Dia tertawa sambil menyeringai kecil menatap wajahku. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 84)),
-Ramai. (Mereka meniup terompet keras-keras saat kami masuk ruangan. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 84)),
-Khawatir. (Ya Tuhan, kalau adikku saja mengerti semuanya, itu berarti dia juga mengerti? (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 137)),
-Takut, cemas. (Tanganku meremas ujung sapu tangan, menggigit bibir. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 141)),
-Khidmat. (Adikku diam takzim. Mengangkat kepalanya. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 196))
4) Alur
Alur yang ada dalam Novel "Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin", yaitu alur campuran (maju-mundur). Hal ini dibuktikan oleh beberapa tahapan sebagai berikut:
-Pengenalan/Awal Cerita
Awal cerita dalam novel ini didahului oleh narasi yang menceritakan kondisi hati tokoh utama yaitu Tania di sebuah toko buku. Masih seputar pengenalan dan alasan mengapa Tania bisa berada di sana. Setelah itu cerita berlanjut memperkenalkan tokoh-tokoh yang lain. Bagaimana Tania bertemu dengan mereka. Hal itu berhubungan dengan toko buku tempat Tania berada tersebut.
-Timbulnya Konflik/Titik Awal Pertikaian
Awal pertikaian ditunjukkan dengan perasaan Tania terhadap Kak Ratna saat berada di Dunia Fantasi. Tania kecil mulai merasakan cemburu dan rasa suka terhadap Danar. Dari perasaan itulah muncul rasa tidak suka Tania terhadap Kak Ratna. Selain itu saat Tania mendengar kabar bahwa Danar dan Ratna akan menikah.
-Puncak Konflik/Titik Puncak Cerita
Titik puncak cerita berlangsung menjelang epilog cerita. Di mana digambarkan posisi Tania yang menuntut penjelasan dari Danar atas perasaannya terhadap Tania. Digambarkan bahwa Danar hanya diam dengan sinar mata redup. Selain itu saat Tania dan Danar telah sah menikah. Tania menanggung kepedihan dan konflik batin yang dalam.
-Antiklimaks
Antiklimaks dalam novel ini dimulai saat Tania mencoba berdamai dengan perasaannya terhadap Danar. Ia membantu meringankan beban Kak Ratna dengan mendengarkan curhatannya, walaupun masih sesekali merasa benci. Dari patah hatinya itu Tania mencoba bangkit menjalani hidup. Ia juga selalu mencoba mencari penyelesaian dari pemikiran hatinya dan meminta saran dari sahabatnya, Anne.
-Penyelesaian masalah
Akhirnya, Tania memutuskan pergi dari kehidupan Danar dan memulai hidup barunya.
5) Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan pengarang dalam novel tersebut yaitu sudut pandang orang pertama tunggal. Hal ini dibuktikan oleh pengarang yang berperan sebagai Tania, dengan menggambarkan perasaan Tania dan menggunakan kata "aku" dalam setiap penggalan kisah Tania.(Usiaku menjelang dua puluh dua tahun. Adikku hampir tujuh belas tahun, dan dia tak lama lagi tiga puluh enam tahun. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 207)).
6) Gaya Bahasa
-Gaya Personifikasi
Daun yang jatuh tak pernah membenci angin. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 154)), Matanya lucu menyembunyikan sesuatu. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 122)), Otakku sedang benci. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 123)).
-Hiperbola
Jantungku berdebar kencang. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 115)),
Esok malamnya e-mail Kak Ratna berdarah-darah. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 228), Seseorang yang membuatku rela menukar semua kehidupan ini dengan dirinya. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 129))
-Simile
Tumbuh pelan-pelan seperti kecambah disiram hujan. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 154)), Kakiku seperti diikat sejuta tali-temali saat beranjak berdiri. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 189)), Bahkan wajah Kak Ratna terlihat seperti monster. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal 120))'l.
6) Amanat
Amanat yang terkandung dalam novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin bahwa apapun kondisi hidup yang kita alami, baik atau buruk, hendaknya kita tetap berpikir positif dan tidak "jatuh tenggelam". Tetap bersyukur karena hal yang terjadi adalah yang terbaik untuk kita. Segala masalah yang menimpa kita, hendaknya kita berusaha menemukan setiap hikmah di baliknya. Selain itu kita hendaknya berpikir secara matang untuk segala langkah besar yang akan diambil. Karena bagaimana-pun juga, keputusan yang kita lakukan akan membawa kita kepada diri kita nantinya.
B. Unsur Ekstrinsik
a. Nilai Ekonomi
-Kebutuhan ekonomi mengharuskan seseorang bekerja. (Memaksaku mengeluarkan suara lebih kencang (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 21)). Kalimat ini menggambarkan bahwa untuk dapat memenuhi kebutuhan, seseorang harus berusaha mendapat hasil maksimal.
-Menyimpan uang sebagai tabungan untuk kebutuhan masa depan yang belum terprediksi. (Karena beasiswa bulananku lebih dari cukup, semua uang transfer itu tidak pernah kusentuh. Kutabung. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 90)).
-Berani mengambil kesempatan untuk membuka sebuah jalan penghasilan masa depan, merupakan langkah investasi yang baik untuk memenuhi kebutuhan hidup. (Tabunganku dari enam tahun beasiswa plus uang kirimannya dulu jauh dari cukup untuk menyewa toko kecil di salah satu sudut jalan dekat flat. Toko kue itu kunamai "Mother". (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 167))
b. Nilai Moral
-Saling tolong menolong dan menghargai sesama. (Saat kami akan turun, dia memberikan selembar uang sepuluh ribuan, "Untuk beli obat merah." (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 24))
-Memberikan nasihat yang bermanfaat untuk orang lain sebagai salah satu bentuk kepedulian. ("....Mengikhlaskan semuanya... Ibu akan datang seperti saat membangunkan kalian pagi-pagi untuk bersiap berangkat sekolah... Tetapi sebelum waktunya tiba, kita harus pulang ke rumah malam ini... Tidur yang nyenyak, esok pagi bangun melanjutkan kehidupan... Suatu hari nanti kita akan bertemu lagi dengan Ibu... Dia pasti menjemput. "(Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 63-64))
c. Nilai Sosial
-Kepedulian untuk membantu kebutuhan sekunder sesama. ("Tetapi siapa yang akan membayarinya?" Aku tersadarkan dari kegembiraan sesaat. Jangankan sekolah, tiga tahun terakhir ini, makan saja kami susah. "Oom Danar...," (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 27))
-Kepedulian terhadap orang lain untuk menjalin hubungan baik sebagai rangka silaturahmi dan perbaikan diri antar sesama. ("Ah iya, Dede bawa oleh-oleh kue dari Kak Miranti. Sebagai gantinya, Kak Tania harus kirim kue dari toko Kak Tania di sini. Kata Kak Miranti, sebagai studi banding antarnegara." (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 173))
-Kepedulian untuk memajukan pendidikan masyarakat. ("Teman-teman penghuni flat yang lain tahu aku dan Anne membuka kelas mendongeng beramai-ramai menyumbang buku.." (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 176))
d. Nilai Ketuhanan
-Dalam menghadapi segala masalah, hanya Tuhan tempat meminta pertolongan. (Dalam doa-doa aku hanya menyebut kesembuhan ibu. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 54))
-Takdir yang diberikan Tuhan adalah yang terbaik. Sebagai manusia, bersyukur dan ikhlas adalah kunci ketenangan jiwa. (Ya Tuhan, semua takdir-Mu baik... Semua kehendak-Mu adalah yang terbaik... Dan aku menyerahkan nasib kedua anakku kepada-Mu... Kau baik sekali mempertemukan kami dengan seseorang sebelum kematianku... Dengan malaikat-Mu! (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 60))
e. Nilai Budaya
-Mengunjungi dan berdoa untuk seseorang yang telah meninggal dunia secara rutin. (Adikku setiap minggu selama delapan tahun terakhir selalu datang ke pemakaman Ibu. Membawa mawar merah. Mengadu. Bercerita. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 193))
C. Hasil Temuan
Temuan yang didapatkan dari Novel "Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin"
a. Penulis menemukan bahwa, kehidupan adalah dinamika dan selalu ada pergantian posisi dari pelakunya. Manusia harus menjalani dan mensyukuri.
b. Sumbangan buku-buku yang mengandung ilmu dijadikan langkah baik untuk memajukan pendidikan masyarakat.
c. Selain itu, Penulis juga menemukan bahwa konflik dalam setiap lika-liku kehidupan akan terus berlangsung selama kita hidup. Baik dalam mengarungi kehidupan sendiri atau dalam kondisi sudah berumah tangga.
Sabtu, 03 November 2012
Pemuda, Agama, dan Bangsa
Mengambil judul dan tema dari LDKS (Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa) 1 di sekolah saya, inilah yang saya pikirkan..
Pemuda, identik dengan pejuang. Pemuda melambangkan semangat yang tinggi dan harapan yang besar. Agama dan bangsa, tanpa pemuda di dalamnya tak akan bisa meraih kemajuan. Tak akan bisa menjadi sukses dan meraih kesempatan. Jadi, siapa pemuda itu?
Bukan hanya orang yang suka mengerjakan kegiatan-kegiatan yang mencakup wilayah pedesaan. Pemuda adalah SEMUA orang yang PUNYA SEMANGAT dan HARAPAN TINGGI. Itu menurut saya. Mereka bukan orang yang mudah menyerah. Seperti kata Bambang Pamungkas, salah satu pemuda kebanggaan Indonesia : "If you stop trying, it means you are no better than a coward..."
Dengan itu, semua pemuda punya target dan rencana. Punya tekad dan keyakinan yang matang. Agama dan bangsa, adalah sebuah wadah, wadah untuk mencetak pemuda yang berbudi luhur. Pemuda yang mencintai bangsanya. Yang menaati perintah agamanya.
Pemuda bukan hanya simbol status saja. Pemuda membuat kemajuan. Bertindak dan berpikir, berkreasi dan berani. Agama-pun tidak ada tanpa pemuda. Tak akan bertahan tanpa pemuda yang baik. Bangsa-pun begitu pula. Dengan bangsa yang maju, pemuda akan mencerminkan kemajuan itu. Pemuda-lah cermin dari seluruh image yang terlihat dari suatu bangsa. Sebegitu pentingnya peran pemuda, sehingga ia adalah alat yang dapat memberi pengaruh besar, bahkan yang memimpin bumi manusia ini...
Mari, bertahan menjadi pemuda. Memupuk keyakinan dan kemampuan, untuk terus berharap dan merancang. Karena siatuasi masa depan, diciptakan melalui pemuda.
Pemuda, identik dengan pejuang. Pemuda melambangkan semangat yang tinggi dan harapan yang besar. Agama dan bangsa, tanpa pemuda di dalamnya tak akan bisa meraih kemajuan. Tak akan bisa menjadi sukses dan meraih kesempatan. Jadi, siapa pemuda itu?
Bukan hanya orang yang suka mengerjakan kegiatan-kegiatan yang mencakup wilayah pedesaan. Pemuda adalah SEMUA orang yang PUNYA SEMANGAT dan HARAPAN TINGGI. Itu menurut saya. Mereka bukan orang yang mudah menyerah. Seperti kata Bambang Pamungkas, salah satu pemuda kebanggaan Indonesia : "If you stop trying, it means you are no better than a coward..."
Dengan itu, semua pemuda punya target dan rencana. Punya tekad dan keyakinan yang matang. Agama dan bangsa, adalah sebuah wadah, wadah untuk mencetak pemuda yang berbudi luhur. Pemuda yang mencintai bangsanya. Yang menaati perintah agamanya.
Pemuda bukan hanya simbol status saja. Pemuda membuat kemajuan. Bertindak dan berpikir, berkreasi dan berani. Agama-pun tidak ada tanpa pemuda. Tak akan bertahan tanpa pemuda yang baik. Bangsa-pun begitu pula. Dengan bangsa yang maju, pemuda akan mencerminkan kemajuan itu. Pemuda-lah cermin dari seluruh image yang terlihat dari suatu bangsa. Sebegitu pentingnya peran pemuda, sehingga ia adalah alat yang dapat memberi pengaruh besar, bahkan yang memimpin bumi manusia ini...
Mari, bertahan menjadi pemuda. Memupuk keyakinan dan kemampuan, untuk terus berharap dan merancang. Karena siatuasi masa depan, diciptakan melalui pemuda.
Sabtu, 20 Oktober 2012
Pilihan Hidup
Sebuah novel dari Tere-Liye, yang saya pilih untuk dibaca sebagai tugas, dan sebagai inspirasi. Ini dia..
Judul Buku : Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci AnginPenulis : Tere-Liye
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku : 264 halaman
Cetakan : ke-6
Tahun Terbit : 2012
Harga : Rp 43.000,00
Bermula dari teka-teki. Prolog kisah ini menggambarkan suasana tempat yang bersejarah dalam kehidupan tokoh utama. Ya, sebuah toko buku.
Tania namanya, dengan adiknya Dede, yang tinggal hanya bersama ibu mereka karena ayah mereka telah tiada. Tania kecil, digambarkan sebagai gadis kecil yang mengerti, seperti apa kondisi hidup dengan masalahnya yang selalu ditemui.
Dari segi tokoh, Tere-Liye menciptakan tokoh yang menarik. Hidup setelah ayah tiada membuat seorang Tania tegar. Ia dan Dede mencari penghasilan dengan memukul kencrengan. Ibu Tania adalah seseorang yang sangat memerhatikan anaknya. Kasih sayang dan pengharapan seorang ibu sangat tampak dari dialog yang dituliskan. Dede, seorang anak laki-laki kecil yang penuh rasa ingin tahu. Cerdas, hobi bermain lego. Danar Danar, tokoh yang sangat berpengaruh bagi Tania. Dapat membuatnya bertekuk lutut pada perasaan yang ia ciptakan sendiri. Dan Ratna, teman seorang Danar. Mematahkan hati Tania yang masih rapuh seperti kapas kala dibendung rasa suka.
Cerita berawal dan bermula pada tempat yang sama, dengan pokok bahasan berbeda. Membuat semua teka-teki dapat terungkap dalam bagian akhir buku ini.
Alur bermula dari pertemuan Tania, Danar, dan Dede. Sehabis mengamen, Tania kecil yang berjalan di atas bus menginjak paku payung dengan ujungnya yang mengarah ke atas. Aduhan dan tangisannya membuat Danar, yang ada dalam bus itu langsung memberi pertolongan pertama. Tere-Liye sangat kaya dalam bermain kata. Kalimat-kalimat yang ada menggambarkan dengan jelas seperti apa kejadian yang terjadi dan membawa pembaca "masuk" ke dalam cerita.
Setelah pertolongan pertama, Danar esoknya kembali bertemu dengan Tania dan Dede kecil. Berada di bus seperti kejadian kemarin. Persis sama seolah telah menunggu mereka. Danar sangat ramah. Ia memberikan dua pasang sepatu baru untuk Tania kecil.
Kemudian suatu hari, Danar datang ke rumah Tania dan Dede. Ia telah dianggap sebagai anak sendiri oleh ibu Tania. Pada hari yang istimewa, ia mengajak Tania dan Dede ke toko buku.
Perasaan Tania dilukiskan secara jelas dalam bagian ini. Danar yang baik terlihat sangat bijaksana, memesona, dan perhatian. Tanpa disadari, Tania kecil telah merasakan perasaan suka.
Cerita ini terus berlanjut hingga suatu hari ibu Tania meninggal dunia karena sakit. Pesan yang disampaikannya untuk Tania adalah agar jangan pernah menangis kecuali karena Danar. Hal ini karena Danar sangat berpengaruh pada keluarga mereka. Danar memiliki sebuah kelas mendongeng tempat anak-anak menerima ilmu. Danar sebagai pendongeng dan mereka sebagai pendengar. Tania sangat bahagia untuk bertemu dan mendengar Danar mendongeng di kelas tersebut.
Cerita ini berjalan dengan alur maju-mundur. Di mana pada awal cerita, Tere-Liye membawa kita kepada kisah pertemuan Tania dan Danar. Kisah hidup mereka bersama Ratna dan Dede. Tania cerdas, dan itu berkat dorongan kata-kata dari Danar. Tania bisa mendapat beasiswa ke Singapura, dan tak putus kontak dengan Danar dan Dede. Ratna adalah seorang wanita yang hadir di tengah rasa suka Tania terhadap Danar. Ia adalah pacar Danar. Mereka tidak terlalu lama menjalin hubungan karena setelah Tania sekolah di Singapura mereka sempat mengakhiri hubungan.
Dede tumbuh menjadi seorang remaja yang hobi main lego, mainan tecerdik sedunia. Dede hobi bertanya, penuh rasa ingin tahu, dan menjadi pengamat ulung bagi Tania, Danar, dan Ratna.
Cerita terus berlanjut sampai pada titik puncak di mana Ratna dan Danar merencanakan pernikahan. Tania sangat tepekur. Dan Tere-Liye lagi-lagi dengan sangat piawai menyampaikan perasaan hati Tania dengan kesedihan mendalam. Seperti dalam kalimat Tania, "Hatiku seketika mengukur kepedihan".
Epilog dalam kisah ini, tidak seperti "happy ending" yang membuat pembaca turut bahagia. Sesuai tema, setelah Danar menikah, Tania menerima, menjalani, dan berusaha melepas bayangan Danar yang sangat ia cintai. Ia memang mencari pelarian, namun pada akhirnya ia bisa bebas.
Danar, sebagai seorang kepala keluarga, justru pada akhirnya berubah. Ratna merasa heran, cemas, dan khawatir. Dalam bagian ini digambarkan Danar yang sering keluar rumah dan pulang tengah malam. Terkadang Danar tidak diketahui keberadaannya.
Dan ternyata, saat Tania memberanikan diri kembali untuk bertemu Danar dan Dede, Dede-lah yang mengabarkan keanehan Danar. Ratna sudah sering bercerita, namun apa yang disampaikan Dede sangat menarik untuk disimak.
Pada masa Tania akan bersekolah di Singapura, Danar pernah memberikan sesuatu kepada Tania. Semacam liontin. Tania sangat bahagia. Namun saat mendapati bahwa Dede dan ibunya juga mendapat kalung yang sama, ia kecewa.
Kini, saat Danar berubah, Dede mengatakan bahwa liontin yang dimiliki Danar dan Tania berbeda dengan liontin yang dimiliki oleh ibu dan dia. Ternyata, di dalam liontin Danar dan Tania, ada potongan daun linden yang bila disatukan, akan utuh. Ini telah menggambarkan perasaan hati Danar terhadap Tania.
Tania yang mendengarnya langsung berpikir keras dan mencari Danar. Ia-pun bertemu dengannya di rumah kardus milik Tania, Dede, dan Ibu dahulu. Yang ternyata, sepetak tanah milik mereka sudah dibeli oleh Danar. Danar sedang duduk di bawah ayunan pohon kala Tania datang. Digambarkan dengan jelas kekagetan Danar dan perasaan Tania menuntut penjelasan.
Dialog terus bergantian dengan serius, hingga akhirnya Tania berpikir bahwa Danar malu. Tidak bisa jujur pada perasaannya. Terus-menerus Tania bertanya apakah Danar mencintainya. Dan Danar, hanya bisa diam.
Ujung kisah ini, menyedihkan untuk Tania dan Danar. Namun begitulah adanya. Ratna yang sedang mengandung, telah pergi ke rumah orang tuanya untuk menenangkan pikiran. Danar mau tidak mau, tentu harus bersikap dewasa. Ia harus menerima dengan ikhlas apa yang telah ia pilih. Tania, yang tersakiti sudah mengerti. Ia mengambil sikap jauh ke depan. Dengan memilih memulai kehidupan barunya. Ia tak pernah membenci Danar. Seperti judul pada buku ini, Tania meskipun luruh dari batang pohon, menjadi sehelai daun yang tak pernah membenci angin.
Sabtu, 13 Oktober 2012
Keberanian, Kemauan : Penentu Jalan Kehidupan
Penulis : Windhy Puspita
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal buku : 256 halaman
Tahun Terbit : 2007
Harga : Rp 33.000,00
Halo semuaa! Dalam postingan kali ini saya akan
berbagi. Mengenai sebuah buku yang sejak lama saya baca dan saya sadari..
Sangat bagus.
Berawal dari pertemuan tak sengaja antara kedua
tokoh utama, Windhy Puspita memulai kisahnya. Kala itu Dhinar bertemu dengan
Dinar di sebuah toko buku. Dhinar yang menyentuh satu-satunya komik Conan yang
tersisa dikejutkan oleh pekikan Dinar yang kecewa. Buku menjadi hak milik
Dhinar dan mereka berdua tidak berkenalan. Dari segi opening yang misterius ini
Windhy Puspita berhasil membuat pembacanya merasa tertarik untuk peristiwa
selanjutnya.
Kehidupan kedua tokoh utama (Dhinar dan Dinar)
dilukiskan dengan perbedaan yang sangat kentara. Bukan saudara dan bukan teman
sepermainan, tingkah serta sifat dari keduanya-pun sangat bertolak belakang.
Dhinar yang pemalu, kutu buku, sinis, tertutup, jauh berbeda dengan Dinar yang
berani, periang, dan penganut asas 'kebebasan' dalam hidup. Menyelami setiap
kejadian, penulis menggambarkan alur maju yang menarik. Dhinar dan Dinar tidak
saling mengenal di toko buku, sehingga cerita berlanjut pada kehidupan sehari-hari
mereka. Dhinar introvert, menduduki peringkat kesatu setiap penerimaan rapor.
Dan Dinar yang ekstrovert, luas pergaulan, dan urakan. Dinar sudah memiliki
tambatan hati bernama Erwan Saputra. Nama itu ia ubah menjadi Sapu dan hanya ia yang
boleh memanggilnya begitu.
Penulis memaparkan setiap bagian dalam buku
dengan bergantian, antara kehidupan Dhinar dan Dinar. Dhinar mendapat
pengawasan ketat dari orang tuanya perihal pelajaran dan masa depan. Dhinar
dipaksakan untuk memasuki jurusan kedokteran dan pembatasan mengenai jadwal
membaca. Sesungguhnya, hobi yang sangat ingin dilakukan oleh Dhinar adalah
membaca komik. Sejak kecil, Dhinar bermain 'kucing-kucingan' dengan ibunya.
Sejak ketahuan dan seluruh komik dibakar, Dhinar selalu menyimpan
komik-komiknya dengan sangat rahasia.
Singkat cerita, Dhinar dan Dinar yang bertolak
belakang akhirnya bertemu di sebuah kursus bahasa Jepang dan di sebuah
organisasi pecinta manga.
Dalam bukunya, Windhy Puspita memasukkan
kata-kata dan kalimat dalam bahasa Jepang beserta artinya. Sehingga membuat
pembaca menjadi bertambah wawasan.
Penuturan kisah dan alur berjalan menarik. Dan
tak ada kata bosan untuk berulang kali dibaca.
Pesan yang dihadirkan juga menyentuh, dan
biasanya merupakan titik masalah banyak remaja : penentuan masa depan yang
melibatkan paksaan orang tua.
Berakhir dengan "happy ending", kisah
ini membuat para pembacanya menyadari satu hal : hidup bukan karena orang lain,
dan jalan hidup adalah bagi orang yang menjalaninya. Berani untuk memilih,
berani untuk bertanggungjawab atas pilihan yang dipilih.
Bagaimana? Tertarik membaca? :D
Sabtu, 29 September 2012
Think Carefully
Oxygen is every where, water is every where, tree is every
where.
Imagine! A corporate from a drip of water and air, descend
the tree. Pass the leaf, one by one, till they’re fall. Toward the ground, just
carry on.
Just one period, one drip. Enter to its place and being
absorbed. There is something takes it, yes that is a root.
Like a human. Was born from a mother’s womb, grows, and
be adult. Feels how’s life. Bitter, sweer, sour, and salt lives. Till someday, there is
something take its life. Till it is buried. Be friend with the other God’s
creature. With animals and plants. And solitary.
Life is not long, isn't it?
"We have one life. It soon will be past. What we do for God is all that will last".
(Muhammad Ali)
Sabtu, 25 Agustus 2012
Beberapa Pasang Kata Baku dan Kata Tidak Baku
Ini adalah tugas pertama, dari Ibu Nining. Oh ya, selain hanya sebagai tugas, sebenarnya ada sesuatu yang saya 'ikut' harapkan dari tulisan yang saya post-kan ini. Semoga saja, ada kesadaran bagi rakyat Indonesia, untuk menggunakan bahasa baku. Setidaknya, itu menunjukkan kecintaan kita pada bangsa. Eits, saya juga masih belajar yaa hehe.
KATA BAKU-KATA TIDAK BAKU
1. Alquran-Al-Quran, Al-Qur’an
2. Analisis-Analisa
3. Antre-Antri
4. Atlet-Atlit
5. Bus-Bis
6. Cendekiawan-Cendikiawan
7. Dolar-Dollar
8. Doa-Do’a
9. Debit-Debet
10. Daripada-Dari pada
11. Dukacita-Duka cita
12. Efektivitas-Efektifitas
13. Genius-Jenius
14. Genting-Genteng
15. Hadis-Hadits
16. Hafal-Hapal
17. Hakikat-Hakekat
18. Halalbihalal-Halal bihalal
19. Indra-Indera
20. Jumat-Jum’at
21. Kanguru-Kangguru
22. Karisma-Kharisma
23. Kaus-Kaos
24. Kempis-Kempes
25. Kesatria-Ksatria
26. Khotbah-Khutbah
27. Memercayakan- Mempercayakan
28. Memercayakan-Mempercayakan
29. Memesona-Mempesona
30. Miliar-Milyar
31. Paspor-Pasport
32. Peduli-Perduli
33. Praktik-Praktek
34. Prancis-Perancis
35. Putra-Putera
36. Putri-Puteri
37. Rapi-Rapih
38. Realitas-Realita
39. Risiko-Resiko
40. Roboh-Rubuh
41. Rohani-Ruhani
42. Saksama-Seksama
43. Samudra-Samudera
44. Saputangan-Sapu tangan
45. Saraf-Syaraf, Sarap
46. Sekadar-Sekedar
47. Sepak bola-Sepakbola
48. Sistem-Sistim
49. Sontek-Contek
50. Sportivitas-Sportifitas
51. Standardisasi-Standarisasi
52. Stroberi-Strawbery
53. Subjek-Subyek
54. Sumatra-Sumatera
55. Surah-Surat
56. Sutra-Sutera
57. Syubhat-Subhat
58. Takwa-Taqwa
59. Takhta-Tahta
60. Teladan-Tauladan
61. Telanjur-Terlanjur
62. Telantar-Terlantar
63. Tenteram-Tentram
64. Teoretis-Teoritis
65. Tetapi-Tapi
66. Tobat-Taubat
67. Ustaz-Ustadz, Ustad
68. Ustazah-Ustadzah
69. Utang-Hutang
70. Wiraswasta-Wirausaha
71. Yudikatif-Judikatif
72. Yudisial-Judisial
73. Zikir-Dzikir
74. Zuhur-Dzuhur, Lohor
Sumber : http://maryam-qonita.blogspot.com/2011/04/daftar-kata-baku-tidak-baku.html
KATA BAKU-KATA TIDAK BAKU
1. Alquran-Al-Quran, Al-Qur’an
2. Analisis-Analisa
3. Antre-Antri
4. Atlet-Atlit
5. Bus-Bis
6. Cendekiawan-Cendikiawan
7. Dolar-Dollar
8. Doa-Do’a
9. Debit-Debet
10. Daripada-Dari pada
11. Dukacita-Duka cita
12. Efektivitas-Efektifitas
13. Genius-Jenius
14. Genting-Genteng
15. Hadis-Hadits
16. Hafal-Hapal
17. Hakikat-Hakekat
18. Halalbihalal-Halal bihalal
19. Indra-Indera
20. Jumat-Jum’at
21. Kanguru-Kangguru
22. Karisma-Kharisma
23. Kaus-Kaos
24. Kempis-Kempes
25. Kesatria-Ksatria
26. Khotbah-Khutbah
27. Memercayakan- Mempercayakan
28. Memercayakan-Mempercayakan
29. Memesona-Mempesona
30. Miliar-Milyar
31. Paspor-Pasport
32. Peduli-Perduli
33. Praktik-Praktek
34. Prancis-Perancis
35. Putra-Putera
36. Putri-Puteri
37. Rapi-Rapih
38. Realitas-Realita
39. Risiko-Resiko
40. Roboh-Rubuh
41. Rohani-Ruhani
42. Saksama-Seksama
43. Samudra-Samudera
44. Saputangan-Sapu tangan
45. Saraf-Syaraf, Sarap
46. Sekadar-Sekedar
47. Sepak bola-Sepakbola
48. Sistem-Sistim
49. Sontek-Contek
50. Sportivitas-Sportifitas
51. Standardisasi-Standarisasi
52. Stroberi-Strawbery
53. Subjek-Subyek
54. Sumatra-Sumatera
55. Surah-Surat
56. Sutra-Sutera
57. Syubhat-Subhat
58. Takwa-Taqwa
59. Takhta-Tahta
60. Teladan-Tauladan
61. Telanjur-Terlanjur
62. Telantar-Terlantar
63. Tenteram-Tentram
64. Teoretis-Teoritis
65. Tetapi-Tapi
66. Tobat-Taubat
67. Ustaz-Ustadz, Ustad
68. Ustazah-Ustadzah
69. Utang-Hutang
70. Wiraswasta-Wirausaha
71. Yudikatif-Judikatif
72. Yudisial-Judisial
73. Zikir-Dzikir
74. Zuhur-Dzuhur, Lohor
Sumber : http://maryam-qonita.blogspot.com/2011/04/daftar-kata-baku-tidak-baku.html
Terima kasih :)
Dari Saya
Saya membuat blog ini untuk kepentingan tugas dari sekolah. Ya, seperti judulnya saja :D
pertama kali, kami satu kelas mendapat tugas dari guru bahasa Indonesia, Ibu Nining. Beliau yang 'menganjurkan' kami semua untuk membuat blog, apapun itu. Asalkan ada tulisan dari kami. Mendengarnya saya jadi teringat ungkapan dari Adenita : ''saya bicara maka saya ada".
Namun bagi saya, peran blog ini juga sebagai wadah dari 'sedikit' pikiran yang melintas di otak untuk dituangkan.
Semoga saja, dari hanya sebuah atau lebih yang saya post-kan, ada manfaatnya untuk yang melihat. Yah selain manfaat bagi saya, yang sedikit banyak berupa nilai tentunya :D
Happy Reading!(k,p,t,s)
pertama kali, kami satu kelas mendapat tugas dari guru bahasa Indonesia, Ibu Nining. Beliau yang 'menganjurkan' kami semua untuk membuat blog, apapun itu. Asalkan ada tulisan dari kami. Mendengarnya saya jadi teringat ungkapan dari Adenita : ''saya bicara maka saya ada".
Namun bagi saya, peran blog ini juga sebagai wadah dari 'sedikit' pikiran yang melintas di otak untuk dituangkan.
Semoga saja, dari hanya sebuah atau lebih yang saya post-kan, ada manfaatnya untuk yang melihat. Yah selain manfaat bagi saya, yang sedikit banyak berupa nilai tentunya :D
Happy Reading!(k,p,t,s)
Langganan:
Postingan (Atom)