Rabu, 28 November 2012

Analisis Novel


ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK 
NOVEL DAUN YANG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN
KARYA TERE-LIYE
Oleh : Dina Annisa

A. Unsur Intrinsik
       1) Tema
Tema Novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin adalah cinta tidak harus memiliki.
       2) Penokohan
a. Tania
       -Seorang gadis yang sangat setia pada orang yang ia sayangi ("... Lihat, yang kamu pajang di atas meja cuma foto kalian berdua di tengah jalan ini saja!..." (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 110)),
       -Ambisius ("Kemarin Tania dapat hasil quiz math. Nilainya 95. Ada lima anak yang dapat 100. Tania kecewa sekali." (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 73)),
       -Teguh Pendirian (Aku tak bisa melawannya, aku sudah bersumpah. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 64),
       -Tidak Sabar (Aku tidak peduli,terus mengetuk-ngetuk kursi di depan tak sabaran saat mobil menuruni jalan kecil menuju rumah. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 117)),
       -Berani bertindak (Itu untuk kesekian kalinya aku berdebat dengan dosen. Aku tidak takut nilai akhir-ku akan dijelek-jelekkan. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 168)),
       -Memanfaatkan orang lain (".... Cuma bantu ngantar dari bandara. Portir deh. Nggak lebih, nggak kurang. Nggak akan ke sini lagi!" (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 187))
       -Tegar. (Membuat energi kesedihan itu menjadi sesuatu yang berguna. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 160))

b. Dede
        -Pintar (Dede juga sudah bisa menghafal semua abjad. Bayangkan, hanya dalam waktu satu hari. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 34)), (Dan Malam itu (entah kenapa) aku menantang adikku cepat-cepatan menyelesaikan berbagai Lego itu. Lima Lego, aku kalah telak kelima-limanya. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 121)),
        -Teguh Pendirian (Soal menepati janji, Dede sama seperti aku, bisa dibanggakan. Yang susah adalah membuatnya bersepakat di awal dengan janji tersebut. Sekecil itu Dede paham betul soal tawar menawar janji. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 52)),
        -Mengerti perasaaan orang lain ("... Karena Dede tak mau mengganggu Kak Tania lagi dengan semua kenangan itu. Karena Dede pikir semua urusan ini sudah selesai." (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 246)),
       -Sinis, percaya diri (Dan adikku dengan "sinis" menertawakan Jhony Chan yang tak bisa menyelesaikannya. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 95)),

c. Danar
        -Memiliki hati yang tulus dan baik (Mukanya amat menyenangkan. Muka yang memesona oleh cahaya kebaikan. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 23)), (Tentu saja semua modal usaha kue itu dari dia. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 46)),
        -Membohongi perasaan sendiri (Aku tahu dia dulu juga tak pernah menjawab pertanyaanku secara langsung saat kami masih pacaran, tetapi waktu itu dia selalu tersenyum kepadaku. Senyum yang menyenangkan. Setidaknya aku merasakan jawabannya iya. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 228))
         -Seorang pria yang berprinsip kuat ("Tania, kehidupan harus berlanjut. Ketika kau kehilangan semangat, ingatlah kata-kataku dulu. Kehidupan ini seperti daun yang jatuh.... Biarkanlah angin yang menerbangkannya.... Kau harus berangkat ke Singapura!" (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 70))
         -Peduli ("Beeeuh, dia malah yang ngingatin Dede untuk istirahat dan makan...." (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 111)),
        -Optimis ("Kau anak yang bisa diandalkan, Tania. Selalu. Kau akan tumbuh besar dan cantik di sana.... Pintar membanggakan!" (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 71)),
       -Ambisius (Dia juga maju sekali dalam kariernya. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 77))

d. Ibu Tania
        -Pekerja Keras (Usaha kue itu maju sekali. Beberapa bulan kemudian Ibu harus mengajak dua anak tetangga untuk membantu di hari-hari tertentu. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 46)),
       -Tidak memaksakan kehendak (Ibu tidak pernah mengomel berapa pun uang yang kami bawa pulang. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 22))

e. Kak Ratna
        -Peduli dan baik hati ("Tak usah, Sayang. Aku sudah mengganggu harimu.... Biar aku pulang sendiri." (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 150))

f. Anne
        -Terus Terang ("Cewek artis itu sama sekali tak menganggapmu sebagai musuh. Bahkan dia meminta bantuanmu." (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 151)),
       -Berani mengakui kesalahan ("Aku dulu mungkin keliru. Ya, aku dulu keliru.." (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 144)),
       -Bijaksana ("Hakmu jauh lebih besar dibandingkan hak dia, bahkan juga dibandingkan dengan kewajibanmu memastikan pernikahan itu berjalan lancar..." (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 144))

g. Miss G
       -Bertanggung jawab (Semuanya beres. Yang ngurus Miss G. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 75))

h. Adi
      -Impulsif ("... Tetapi ini hanya bisa kulakukan jika aku tidak sedang dengan seseorang yang kuncintai... Dan malam ini aku sepertinya tidak bisa menghentikannya..." (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 14))

i. Miranti
      -Gadis yang baik dan peduli. Tidak sombong dengan kesuksesan. (Miranti bahkan masih menyisihkan sebagian besar uang untuk Dede. "Royalti dan lain sebagainya. Kak Tania pokoknya harus setuju!" (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin hal. 183))

       3)Latar
a. Latar Tempat
        -Rumah Kardus. (Tiga tahun lamanya aku dan Dede menjalani kehidupan di rumah kardus itu. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 30)),
       -Toko Buku di kota Tania. (Dari lantai dua toko buku paling besar di kota ini, kalian bisa melihat dengan leluasa pemandangan jalan besar yang ramai persis di depannya, juga jalan paling besar di kota ini. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 8)),
       -Bandara (Dia dan adikku mengantar ke bandara. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 87)),
       -Rumah Sakit (Maka setelah terisak berberapa saat aku menmgalah duduk mendeprok di lantai lorong rumah sakit. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 55)),
       -Pemakaman (Membuat keheningan pemakaman itu pecah seketika. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 62)),
       -Kelas. (Apalagi saat aku diperkenalkan ibu guru di kelas. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 33)),
      -Dunia Fantasi. (Sepanjang kami di Dunia Fantasi, Kak Ratna berdiri di sebelahnya. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 39)),
      -Kontrakan. (Setidaknya di kontrakan baru tersebut.... (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 50)),
      -Asrama di Singapura (Malamnya kami langsung ke dorm. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 93)),
     -Halaman depan (Dia membuat acara kecil di halaman depan yang luas. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 80)),
     -Hotel (Kami tiba di hotel. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 93)),
     -Toko buku di Singapura. (Buktinya, saat Dede ingin membeku buku-buku di salah satu toko buku terbesar Singapura, dia hanya mengangguk. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 96)),
     -China Town. (Kami makan malam di China Town. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 98)),
     -Kampus National University of Singapore. (Aku mengajaknya jalan-jalan di Kampus National University of Singapore (NUS). (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 100)),
     -Taman. (Kami berjalan dan duduk-duduk menghabiskan waktu di sepanjang taman. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 101)),
    -Lapangan basket. (Saat lewat lapangan basket, ia menyempatkan diri bergabung bermain bersama mahasiswa. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 101)),
    -Jalan tol. (Ketika mobil melaju kencang membelah jalan tol, aku merasa taksi itu justru berjalan seperti siput. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 117)),
    -Kuala Lumpur. (Percuma aku jauh-jauh datang bertanya ke Kuala Lumpur. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 134)),
    -Flat Sewaan. (Seseorang datang ke flat sewaanku. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 147)),
    -Jalanan. (Mobilku pelan memasuki ramainya jalanan. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 161)),
    -Toko kecil. (Toko kue itu kunamai "Mother". (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 167)),
    -Shopping center Orchard Road. (Malamnya dihabiskan berburu Lego di salah satu shopping center Orchard Road. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 175)),
   -Kelas mendongeng. (Esok paginya saat hari Minggu, setengah hari dihabiskan di kelas mendongeng. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 176)),
    -Rumah makan. (Kami makan siang di rumah makan dekat flat. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 177)),
    -Pecinan. (Malamnya kami menuju Pecinan. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 178)),
    -Apartemen. (Naik lift lagi menuju lantai apartemenku. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 204)).
    -Rumah Ratna dan Danar. ("Aku ke rumah mereka beberapa hari lalu.." (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal, 206)),
   -Kamar bercat biru. (Aku mengosongkan kamar bercat biru itu. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 255)),
   -Bus kota. (Bus kota penuh oleh orang-orang yang baru pulang kerja. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 22))

b. Latar Waktu
    -Malam hari. (Desau angin malam menerbangkan sehelai daun linden.(Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 254)),
    -Siang hari. (Siang itu dia mengajak teman wanitanya. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 39)),
    -Pagi hari. (Pagi itu Ibu tiba-tiba tak sadarkan diri. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 54)),
    -Sore hari. (Sore itu juga Ibu dibawa pulang ke kontrakan. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 61))

c. Latar Suasana
   -Damai menentramkan. (Tetapi cukup untuk membuat indah kerlip lampu. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 7)),
   -Sepi, tenang. (Tentu saja dia bisa mendengar suara langkahku. Gemeresik getas dedaunan. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 234)),
   -Canggung. (Tersenyum tanggung. Lantas undur diri pelan-pelan. Menunduk. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 12)),
   -Emosi. ("Tania!" Adi berteriak parau terduduk di bawah hujan sana. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 15)),
   -Tegang. (Tak memedulikan wajah protesku yang hendak sesegera mungkin kembali ke dalam. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 14)),
   -Sedih. (Ibu mulai menangis sekarang. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 59)),
   -Hangat. (Dia tertawa sambil menyeringai kecil menatap wajahku. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 84)),
   -Ramai. (Mereka meniup terompet keras-keras saat kami masuk ruangan. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 84)),
   -Khawatir. (Ya Tuhan, kalau adikku saja mengerti semuanya, itu berarti dia juga mengerti? (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 137)),
    -Takut, cemas. (Tanganku meremas ujung sapu tangan, menggigit bibir. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 141)),
    -Khidmat. (Adikku diam takzim. Mengangkat kepalanya. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 196))

      4) Alur
      Alur yang ada dalam Novel "Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin", yaitu alur campuran (maju-mundur). Hal ini dibuktikan oleh beberapa tahapan sebagai berikut:
      -Pengenalan/Awal Cerita
       Awal cerita dalam novel ini didahului oleh narasi yang menceritakan kondisi hati tokoh utama yaitu Tania di sebuah toko buku. Masih seputar pengenalan dan alasan mengapa Tania bisa berada di sana. Setelah itu cerita berlanjut memperkenalkan tokoh-tokoh yang lain. Bagaimana Tania bertemu dengan mereka. Hal itu berhubungan dengan toko buku tempat Tania berada tersebut.
       -Timbulnya Konflik/Titik Awal Pertikaian
     Awal pertikaian ditunjukkan dengan perasaan Tania terhadap Kak Ratna saat berada di Dunia Fantasi. Tania kecil mulai merasakan cemburu dan rasa suka terhadap Danar. Dari perasaan itulah muncul rasa tidak suka Tania terhadap Kak Ratna. Selain itu saat Tania mendengar kabar bahwa Danar dan Ratna akan menikah.
       -Puncak Konflik/Titik Puncak Cerita
       Titik puncak cerita berlangsung menjelang epilog cerita. Di mana digambarkan posisi Tania yang menuntut penjelasan dari Danar atas perasaannya terhadap Tania. Digambarkan bahwa Danar hanya diam dengan sinar mata redup. Selain itu saat Tania dan Danar telah sah menikah. Tania menanggung kepedihan dan konflik batin yang dalam.
       -Antiklimaks
      Antiklimaks dalam novel ini dimulai saat Tania mencoba berdamai dengan perasaannya terhadap Danar. Ia membantu meringankan beban Kak Ratna dengan mendengarkan curhatannya, walaupun masih sesekali merasa benci. Dari patah hatinya itu Tania mencoba bangkit menjalani hidup. Ia juga selalu mencoba mencari penyelesaian dari pemikiran hatinya dan meminta saran dari sahabatnya, Anne.
       -Penyelesaian masalah
      Akhirnya, Tania memutuskan pergi dari kehidupan Danar dan memulai hidup barunya.

     5) Sudut Pandang
   Sudut pandang yang digunakan pengarang dalam novel tersebut yaitu sudut pandang orang pertama tunggal. Hal ini dibuktikan oleh pengarang yang berperan sebagai Tania, dengan menggambarkan perasaan Tania dan menggunakan kata "aku" dalam setiap penggalan kisah Tania.(Usiaku menjelang dua puluh dua tahun. Adikku hampir tujuh belas tahun, dan dia tak lama lagi tiga puluh enam tahun. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 207)).

    6) Gaya Bahasa
    -Gaya Personifikasi
      Daun yang jatuh tak pernah membenci angin. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 154)), Matanya lucu menyembunyikan sesuatu. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 122)), Otakku sedang benci. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 123)).
     -Hiperbola
     Jantungku berdebar kencang. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 115)),
    Esok malamnya e-mail Kak Ratna berdarah-darah. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 228), Seseorang yang membuatku rela menukar semua kehidupan ini dengan dirinya. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 129))
     -Simile
     Tumbuh pelan-pelan seperti kecambah disiram hujan. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci    Angin, hal. 154)), Kakiku seperti diikat sejuta tali-temali saat beranjak berdiri. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 189)), Bahkan wajah Kak Ratna terlihat seperti monster. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal 120))'l.
    6) Amanat
     Amanat yang terkandung dalam novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin bahwa apapun kondisi hidup yang kita alami, baik atau buruk, hendaknya kita tetap berpikir positif dan tidak "jatuh tenggelam". Tetap bersyukur karena hal yang terjadi adalah yang terbaik untuk kita. Segala masalah yang menimpa kita, hendaknya kita berusaha menemukan setiap hikmah di baliknya. Selain itu kita hendaknya berpikir secara matang untuk segala langkah besar yang akan diambil. Karena bagaimana-pun juga, keputusan yang kita lakukan akan membawa kita kepada diri kita nantinya.


B. Unsur Ekstrinsik
      a. Nilai Ekonomi
        -Kebutuhan ekonomi mengharuskan seseorang bekerja. (Memaksaku mengeluarkan suara lebih kencang (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 21)). Kalimat ini menggambarkan bahwa untuk dapat memenuhi kebutuhan, seseorang harus berusaha mendapat hasil maksimal.
        -Menyimpan uang sebagai tabungan untuk kebutuhan masa depan yang belum terprediksi. (Karena beasiswa bulananku lebih dari cukup, semua uang transfer itu tidak pernah kusentuh. Kutabung. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 90)).
        -Berani mengambil kesempatan untuk membuka sebuah jalan penghasilan masa depan, merupakan langkah investasi yang baik untuk memenuhi kebutuhan hidup. (Tabunganku dari enam tahun beasiswa plus uang kirimannya dulu jauh dari cukup untuk menyewa toko kecil di salah satu sudut jalan dekat flat. Toko kue itu kunamai "Mother". (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 167))
      b. Nilai Moral
        -Saling tolong menolong dan menghargai sesama. (Saat kami akan turun, dia memberikan selembar uang sepuluh ribuan, "Untuk beli obat merah." (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 24))
        -Memberikan nasihat yang bermanfaat untuk orang lain sebagai salah satu bentuk kepedulian. ("....Mengikhlaskan semuanya... Ibu akan datang seperti saat membangunkan kalian pagi-pagi untuk bersiap berangkat sekolah... Tetapi sebelum waktunya tiba, kita harus pulang ke rumah malam ini... Tidur yang nyenyak, esok pagi bangun melanjutkan kehidupan... Suatu hari nanti kita akan bertemu lagi dengan Ibu... Dia pasti menjemput. "(Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 63-64))
      c. Nilai Sosial
         -Kepedulian untuk membantu kebutuhan sekunder sesama. ("Tetapi siapa yang akan membayarinya?" Aku tersadarkan dari kegembiraan sesaat. Jangankan sekolah, tiga tahun terakhir ini, makan saja kami susah. "Oom Danar...," (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 27))
        -Kepedulian terhadap orang lain untuk menjalin hubungan baik sebagai rangka silaturahmi dan perbaikan diri antar sesama. ("Ah iya, Dede bawa oleh-oleh kue dari Kak Miranti. Sebagai gantinya, Kak Tania harus kirim kue dari toko Kak Tania di sini. Kata Kak Miranti, sebagai studi banding antarnegara." (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 173))
        -Kepedulian untuk memajukan pendidikan masyarakat. ("Teman-teman penghuni flat yang lain tahu aku dan Anne membuka kelas mendongeng beramai-ramai menyumbang buku.." (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 176))
       d. Nilai Ketuhanan
         -Dalam menghadapi segala masalah, hanya Tuhan tempat meminta pertolongan. (Dalam doa-doa aku hanya menyebut kesembuhan ibu. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 54))
        -Takdir yang diberikan Tuhan adalah yang terbaik. Sebagai manusia, bersyukur dan ikhlas adalah kunci ketenangan jiwa. (Ya Tuhan, semua takdir-Mu baik... Semua kehendak-Mu adalah yang terbaik... Dan aku menyerahkan nasib kedua anakku kepada-Mu... Kau baik sekali mempertemukan kami dengan seseorang sebelum kematianku... Dengan malaikat-Mu! (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 60))
        e. Nilai Budaya
        -Mengunjungi dan berdoa untuk seseorang yang telah meninggal dunia secara rutin. (Adikku setiap minggu selama delapan tahun terakhir selalu datang ke pemakaman Ibu. Membawa mawar merah. Mengadu. Bercerita. (Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, hal. 193))

C. Hasil Temuan
        Temuan yang didapatkan dari Novel "Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin"
   a. Penulis menemukan bahwa, kehidupan adalah dinamika dan selalu ada pergantian posisi dari pelakunya. Manusia harus menjalani dan mensyukuri.
   b. Sumbangan buku-buku yang mengandung ilmu dijadikan langkah baik untuk memajukan pendidikan masyarakat.
   c. Selain itu, Penulis juga menemukan bahwa konflik dalam setiap lika-liku kehidupan akan terus berlangsung selama kita hidup. Baik dalam mengarungi kehidupan sendiri atau dalam kondisi sudah berumah tangga.

2 komentar: