Jumat, 28 Oktober 2016

Extraordinary Crime; Hukuman Mati

Hi!!
So, today I come back again!
Malem ini bertepatan dengan hari sumpah pemuda, FOSMI mengadakan sebuah acara.. Namanya FOCUSS..
Acara yang super keren karena menghidupkan budaya yang skarang udah jarang terlihat di zaman ini..
Zamannya teknologi dan informasi yang pesat banget.
FOSMI on Discuss itu diskusi tentang segala hal-segala isu yang menarik buat dikaji. Terutama dari segi ilmu hukum.
Nah, tentang sense of discussion udah saya utarakan di blog saya yang lain.
Kali ini saya akan ceritakan tentang pokok bahasan diskusinya. Kurang lebih temanya adalah "Penghapusan Pidana Mati Sebagai Hukum Positif di Indonesia".
Kebetulaan banget saya kebagian jadi kelompok yang menyuarakan hati nurani saya sendiri. Jadi... Taulah yaa bagaimana bedanya antara berbicara sepenuh hati dengan berbicara biasa aja.. hehe
Kira-kira, saya kontra atau pro ya sama penghapusan pidana mati ini??
Saya sekarang yakin banget, kalau kontra terhadap penghapusan pidana mati itu yang paling relevan di zaman ini.
Zaman apa ya?? Zaman di mana kejahatan extraordinary crime lagi berkembang pesatnya.
Tau gaa apa itu extraordinary crime??? Kejahatan luar biasa. Kejahatan dan luar biasa kejahatannya! Wow.
Dari namanya aja, sebenernya udah ketauan yaa. Karakteristik extraordinary crime itu beda dari kejahatan-kejahatan yang biasanya.
Yang saya tau, salah satunya ialah dari sisi berapa banyak korban yang dihasilkan dari extraordinary crime itu.
Dannn.. bisa ditebak apa yang masuk ke extraordinary itu???
1. Narkoba
2. Terorisme
3. bisa pembaca tambahkan sendiri ya =)
Extraordinary crime... Kejahatan luar biasa.. Yang kalau kita liihat dari sisi korban.. Bukan hanya korban yang sudah mati saja, tapi juga korban yang akan datang.
Bisa kita lihat kalau kita biarkan kejahatan luar biasa ini tetap ada.. Tetap menyebar di dunia. Bukan tidak mungkin kita bisa jadi korban berikutnya.
Narkoba.. "Pelaku penyebaran narkoba diancam dengan pidana mati", kenapa kira-kira? Apakah karena pelaku itu pantas mendapatkannya saja? Atau biar ada efek jera?
Bisaa.. Tapi yang lebih penting lagi.. Mencegah siapapun untuk terkena narkoba itu sendiri. Bisa dibayangkan kalau pelaku itu tidak dituntaskan... Narkoba yang dia sebar, merusak manusia secara keseluruhan. Psikis dan fisik. Bukan cuma fisik. Bukan cuma psikis. Tapi dua-duanya.
Bisa dibayangin kalau terorisme tetep merajalela, setiap orang atau bahkan seluruh bangsa berpotensi jadi korbannya.
It's so terrible!
Jangan sampai 2 kejahatan luar biasa itu berkembang dan terjadi.
MAKAA.. Kita butuh solusi yang tepat.. Untuk menghentikan kejahatan luar biasa itu.
Kalau saya pribadi, tetep berpikir.. Bahwa rehabilitasi itu perlu. Pendidikan itu sangat perlu. Penjagaan dan konsep pola pikir serta mental dan psikis, semuanya amat perlu, dan itu semua yang nomor satu.
Tapi di luar itu, kita perlu pula mekanisme pencegahan.
Kebanyakan orang berpikir... Lebih baik orang yang melakukan kejahatan luar biasa itu dihukum seumur hidup saja. Ga usah pidana mati.
Okee.. Saya juga bertanya-tanya sekarang, kiranya apakah benar lebih baik itu hukuman seumur hidup daripada hukuman mati??? Namun, kira-kira bagaimana dengan hak korban dan perbuatan yang telah dilakukan oleh pelaku extraordinary crime itu? Karna dampak dari perbuatannya sangatlah meluas...
Dan satu hal yang saya tau pasti.. Hukuman mati itu dijatuhkan untuk keadilan. Keadilan yang terutama diperuntukkan bagi kejahatan yang sudah dilakukan itu.
Hak korban pun ikut diperhatikan. Bukan hanya KORBAN yang SUDAH MATI, tapi juga KORBAN yang AKAN DATANG.
Karena sebuah hukuman... dijatuhkan karena perbuatan. Bukan karena mengikuti perkembangan zaman.
Kejahatan yang luar biasa, yang korbannya bisa meliputi banyak manusia, harus dilihat sebagai suatu kejahatan yang karakteristiknya luar biasa, yang dengannya bisa mengganggu keberlangsungan umat manusia. Yang karena itu, penanganan pencegahannya juga harus luar biasa. Yaitu hukuman mati.

P.s : hukuman mati juga ada hukumnya dalam Islam, yaitu Qishash. Jadi kalau Allah SWT sebagai pencipta sudah menggariskan adanya ketetapan ini, apakah patut kita sebagai hambanya ragu dengan hukum-Nya?
Semoga pelaksanaan pidana mati di Indonesia bisa dijalankan dengan adil seadil-adilnya, dan semoga Allah SWT meridhai pelaksanan hukuman extraordinary ini. Aamiin.

 

Minggu, 23 Oktober 2016

Hidup Ini Untuk Apa?

Ada sesuatu yang superr banget hari ini yang membuat saya tergugah untuk menshare.. Jadi hari ini saya menghadiri sebuah acara, namanya Upgrading Sekolah Quran UNS.  Salah satu tamu istimewa yang diundang sebagai pemateri di Aula Masjid Nurul Huda ini, yaitu Ustaz Asep Maulana. Nah, ada yang menarik nih dari Ustaz Asep Maulana ini.
Beda dari pemateri kebanyakan, beliau lebih memilih untuk memberikan penuturan singkat sebagai kata pengantar yang menjawab pertanyaan dari "Kenapa Saya Harus Membaca atau Menghafal Quran?" Selanjutnya, beliau mempersilakan peserta uprading untuk menanyakan hal-hal yang ingin diketahui. Jadi, bukan pemaparan yang panjang lebar yang diberikan, melainkan hal-hal yang memang ingin kita ketahui dan kita butuhkan.
Metode ini yang dari dulu saya tunggu-tunggu, karena saya juga berpikir hal yang sama seperti Ustaz ini. Dengan peserta yang pertama kali memberi feedback, seseorang sebagai pembicara mencapai tujuannya, yaitu supaya audiensinya mendapatkan "sesuatu" dari acara itu. "Sesuatu" yang memang diperlukannya.

Oke, saya buat ringkasannya jadi bentuk poin-poin aja ya, supaya menghemat kata hehehe
Pertanyaan Pokok: Hidup Ini Untuk Apa?
1. Apakah kalian tahu, apakah sesuatu yang hakikatnya dibutuhkan oleh seorang manusia?
Coba kita lihat tarzan... Seorang manusia yang hidup di tengah hutan belantara. primitif. Sebatang kara. Hanya hidup bersama dengan hewan-hewan hutan. Kalau saja kisah hidup tarzan bukan fiktif, sangat mungkin bahwa tarzan akan berpikir.. Berpikir tentang apa yang harus ia yakini. Contoh lain selain tarzan, yaitu Nabi Ibrahim a.s. Pernah denger kan kisah inspiratifnya? Beliau mecari siapa tuhannya. Beliau mencari sendiri "keyakinan" itu. Kenapa? karena manusia butuh untuk yakin!
2. Sekarang ini, banyak masyarakat negara lain yang mulai memeluk agama Islam. Meskipun saya ga tau berapa data kuantitatifnya, tapi banyak orang-orang yang beralih agama menjadi Islam. Kira-kira kenapa? Apakah karena orang-orang Islam itu pintar-pintar, sukses? Bukan. Jawabannya: karena mereka mendapat hidayah (itu sudah pasti), lebih jauh lagi... Karena mereka mendapat "sesuatu" yang bener-bener mereka butuhkan dari Islam. Apa itu? That is.. the way of life.. Pedoman hidup. Keyakinan tadi, dan pandangan hidup.
3. Yuk sejenak kita tengok negara Korea, negara ginseng yang terkenal dengan pesatnya perkembangan industri perfilman, drama, dan budaya. Ternyata... Negara Korea sesungguhnya sedang kritis. Kritis dalam hal pandangan hidup. Saya pribadi pernah membaca artikel mengenai bintang Korea yang bunuh diri. dan memang Korea sendiri termasuk negara dengan penduduk yang terbanyak bunuh dirinya. Kira-kira kenapa ya? Karenaaaa.... mereka memiliki pandangan hidup yang sempit! Bagi mereka, hidup adalah untuk karir. Hidup adalah untuk pekerjaan, atau hidup adalah untuk jodoh atau bahkan hal-hal lain. Jadi, ketika karir, pekerjaan, atau jodoh atau hal-hal lain yang mereka jadikan tujuan itu tidak tercapai atau gagal, mereka memilih untuk mengakhiri hidup. Karena ga ada lagi tujuan hidup mereka yang lain. Miris ya...
4. Nah, beda dengan masyarakat Korea, dan beda dengan yang lain. Islam sebagai agama memberikan konsep tentang hidup. Apakah kalian tahu, bahwa seorang Immanuel Kant, yang sering kita denger di buku-buku fisika itu, yang rupanya seorang ateis pun, memercayai sebuah prinsip yang adalah prinsip orang yang beragama! Agak ribet ya kata-katanya :D jadi Immanuel Kant bilang, kurang lebih begini... "Hidup itu tidak adil! Banyak orang yang sebenarnya benar dan jujur tapi kalah di pengadilan. Banyak orang yang baik dan benar tapi justru terzalimi. PASTI ada dunia lain selain dunia ini". Jadiii.. Menurut Immanuel Kant, ada dunia lain setelah dunia imi yang akan membalas ketidakadilan itu.. Inilah yang disebut dengan "Akhirat" dalam agama Islam.
5. WAAAH, berarti hidup ini menurut Islam itu bukan cuma untuk pekerjaan, karir, jodoh, atau keluarga ya... Jadi hidup ini untuk BEKAL menghadapi dunia setelah dunia ini.
6. BEKAL apa aja? Menurut saya pribadi... Pekerjaan, karir, jodoh, itu bisa dijadiin bekal.. Tapi itu bukan tujuan akhir. Pekerjaan, karir, jodoh, atau hal duniawi lainnya.. Menjadi sarana-sarana bagi seorang muslim untuk mencapai tujuan kebahagiaan akhirat. Intinya yah, balik lagi deh ke "menjalani perintah Allah dan menjauhi larangannya". Karena persoalan karir, pekerjaan, jodoh, dan keseluruhan persoalan hidup manusia... Sesungguhnya juga ada pengaturannya dalam Islam.

"Life is not the amount of breaths you take, it's the moments that take your breath away".
(The Hitch)

"We have one life. It soon will be past. What we do for God is all that will last".
(Muhammad Ali)



Selasa, 25 November 2014

Apakah Kau Menemukan, Kawan

Tahukah kau. Dua buah kata itu sering menjadi andalan untuk mengungkap hal yang ingin disampaikan.
Namun, ada lagi satu kata yang hampir sama, jauh lebih dalam maknanya.
Apakah kau menemukan?
Ketika kau punya masalah, apakah kau menemukan solusinya?
Ketika kau belajar, apakah kau menemukan cara menjawab soal?
Menemukan itu berbeda. Ketika kau menemukan, rasa ingin tahumu jadi lebih besar.
Ketika kau menemukan, kau akan lebih yakin pada tindakan dan perasaanmu.

Minggu, 31 Maret 2013

Helen Keller: Tulus Ikhlas Menolong Sesama

Tahukah Anda mengenai kisah seorang perempuan yang terus berjuang selama hidup? Yang tidak pernah menyia-nyiakan potensi dan harapan kuat yang ia miliki? Yang selalu peduli pada orang lain, dan bahkan berusaha memajukan orang-orang yang bernasib sama sepertinya.

Helen Keller, biasa ia dikenal oleh masyarakat dunia, adalah nama kecilnya yang bernama lengkap Helen Adams Keller. Dilahirkan di sebuah rumah bernama Ivy Green, tepatnya di Tuscumbia, Alabama, Amerika Serikat, pada 27 Juni 1880. Seorang Helen termasuk keluarga terpandang, walaupun saat ia dilahirkan, keluarganya termasuk sederhana. Berasal dari ayah yang merupakan keturunan Alexander Spottswood, seorang Gubernur Kolonial dari Virginia, Amerika Serikat, ibunya juga merupakan keturunan keluarga dari New England, yang termasuk kelompok Hales, Everetts, dan Adamses.

Saat Helen lahir, ia anak yang normal dan bahkan termasuk aktif dalam bertindak. Moodnya cenderung stabil dan tidak lambat dalam berpikir. Namun di usia 1 tahun 7 bulan, sebuah penyakit demam tinggi berjenis Skarlantina (Scarlet Fever) berat telah menyerang tubuhnya sehingga ia mengalami sakit tenggorokan dan peradangan pada kulit (ruam). Penyakit inilah yang berdampak besar pada hidupnya kelak. Karena akibatnya, ia kehilangan fungsi pendengaran dan penglihatan. Untuk melampiaskan rasa frustasi, Helen kecil belum bisa berbicara sehingga hanya menyampaikan ekspresi lewat gerak tubuh seperti memukul dan menyerang tanpa terkendali jika tidak mendapat apa yang ia inginkan.

Menghadapi kondisi yang menyedihkan tersebut, ayah dan ibu Helen mendapat kabar bahwa dampak dari penyakit demam itu tidak dapat disembuhkan. Namun mereka tidak berputus asa, dan akhirnya memutuskan untuk mencari seorang guru yang dapat mengajari Helen tentang dunia.

Saat itu Helen berumur kurang lebih 7 tahun. Pada Maret 1887, ia bagaikan menemukan mata air di tengah gurun pasir. Ia telah kedatangan seorang guru bernama Anne Mansfield Sullivan, perempuan berumur 20-an yang juga pernah mengalami kebutaan pada usia 4 tahun karena penyakit mata Trakoma. Namun Anne Sullivan lebih beruntung karena sebuah operasi mata dapat menyembuhkan penglihatannya walaupun tidak memulihkan 100%.

Pendidikan yang diberikan Anne kepada Helen dimulai dengan pengajaran berupa penggunaan sistem komunikasi melalui gerak jari tangan, selain itu pendidikan rumah juga diajarkan seperti tata etika dan perasaan awal untuk mengenal dunia. Hal tersebut tidak-lah mudah, karena Helen termasuk anak yang liar dan sulit diatur. Namun kemauan dan tekad Anne telah bulat dan kuat, hingga akhirnya ia meminta izin kepada ayah dan ibu Helen untuk tinggal bersama Helen sementara waktu dan mendidiknya terpisah di sebuah rumah yang masih dekat dengan kediaman keluarga Keller. Kemudian ayah Helen memberi batas waktu 2 minggu, 14 hari perjuangan Anne Sullivan untuk membuat Helen mengerti dunia. Karakter Helen pada masa itu bukan tak berkembang, namun kurang terarah karena keterbatasan fisiknya dalam merespon dan mengetahui rangsangan. Ia bisa mencomot sesuka hati makanan-makanan yang ada di semua piring di meja makan, sengaja menjatuhkan serbet dari posisi duduknya, dan makan tanpa sendok dan garpu. Anne adalah seseorang yang tegas, dan sebagai balasan bila berbuat nakal, Helen akan ditolak saat ia ingin diejakan kata-kata oleh Anne melalui komunikasi gerak jari tangan.

Sampai batas akhir waktu untuk mendidik Helen secara individual, Anne Sullivan sebenarnya masih membutuhkan tambahan waktu untuk membuat Helen memahami etika sehari-hari. Namun apa daya, karena ketidaksukaan keluarga Keller yang merasa bahwa Helen tertekan, maka terpaksa Helen kembali ke rumahnya, beserta Anne Sullivan yang juga ikut dengannya. Pengenalan yang Anne berikan saat mendidik Helen secara individual belum terlalu membekas dalam diri Helen, hingga Helen akhirnya kembali berperilaku buruk di waktu makan malam bersama keluarga. Penegasan datang dari Anne Sullivan, kepada keluarga Keller agar ia diberikan waktu kembali untuk mendidik Helen, agar pelajaran yang didapat Helen tidak-lah hilang. Akhirnya dengan kerelaan, keluarga Keller mengizinkan.

Peristiwa penting yang juga mengubah hidup Helen terjadi di depan sebuah pompa air hitam, yang terdapat di Alabama, Tuscumbia Selatan, Amerika Serikat. Kala itu Anne sudah mengetahui bahwa Helen termasuk anak yang cepat belajar, cepat melakukan walaupun belum bisa mengerti. Anne bersikeras untuk membuat Helen memahami mengenai arti kata-kata, namun hal itu termasuk sulit. Akhirnya, di depan pompa air itu, Anne Sullivan berulang-ulang kali memompakan air ke telapak tangan Helen, dengan terus mengejakan Helen dengan tangannya mengenai apa yang ia pompakan itu, yang merupakan air. Bagai disengat listrik, Helen kecil kemudian tersadarkan mengenai arti dari lingkungan alam di sekitarnya. Rasa ingin tahunya yang memuncak membuat ia terus meraba banyak benda di sekitarnya dan meminta Anne untuk mengejakannya. Sebuah hal manis terjadi, ketika Helen meraba Anne dan meminta ejaan untuk sosoknya, Anne pun mengejakan bahwa ia adalah Guru. Helen pun berkembang pesat hingga akhirnya telah berhasil mengetahui 625 kata dalam waktu 6 bulan.

Di usianya yang 10 tahun, Helen telah mahir dalam membaca huruf Braille dan belajar memakai mesin tik. Saat usianya mencapai 16 tahun, ia telah berencana memasuki sekolah persiapan dan  perguruan tinggi. Helen-pun akhirnya memasuki Perkins School for the Blind, tempat Anne pernah menimba ilmu. Di sekolah tersebut Helen kembali berkembang dengan mempelajari bahasa Yunani, Perancis, dan Latin. Ia melanjutkan pendidikan SMA-nya di Cambridge dan memupuk harapan besar untuk melanjutkan ke Universitas Radcliffe.

Menuntut ilmu di sekolah normal membuat Helen harus berusaha lebih ekstra dalam belajar. Sang guru besarnya Anne Sullivan benar-benar berjasa banyak, selain mendampingi, ia juga terus setia membimbing mental Helen.

Jalan tidak mulus sering ditemui Helen, saat mendaftar masuk ke Radcliffe, pimpinan penerimaan murid menemuinya dan menyatakan khawatir bila Helen berusaha keras hanya untuk gagal. Universitas tersebut akhirnya menolak Helen pada 1899.

Karakter tekad kuat Helen rupanya telah terbentuk, karena setelah peristiwa itu ia tidak serta merta menerima beasiswa dari Cornell University dan University of Chicago yang ia dapatkan. Ia justru mempersiapkan lebih matang lagi dirinya untuk menghadapi tes masuk ke Radcliffe di kesempatan berikutnya.

Dengan usaha kerasnya, pada 1900 Helen akhirnya diterima sebagai siswa di Radcliffe. Pada masa ini ia juga tidak menyia-nyiakan kesempatan, ia tetap menyalurkan bakatnya dalam menulis dan mengarang. Helen mengedit sebuah naskah tulisan yang diberi judul "The Story of My Life", yang juga merupakan buku pertamanya yang diterbitkan pada 1903. Helen benar-benar memanfaatkan segala potensinya, karena ia tidak berhenti sampai di sana. Ia mendirikan sebuah organisasi bernama Hellen Keller International (HKI) bersama seorang temannya, George Kessler. Organisasi ini mengambil fokus pada orang-orang yang mengalami keterbatasan fisik seperti dirinya, dan bertugas mengadakan penelitian seputar mata dan gizi.

Pada 28 Juni 1904, Helen lulus dari Radcliffe University dengan gelar Bachelor of Arts dan mendapat predikat Cum Laude. Sementara itu, sang guru, Anne akhirnya menemukan sosok idamannya dan menikah dengan John Macy pada 1905. Sayang hubungan pernikahannya tidak terlalu baik hingga akhirnya bercerai 8 tahun kemudian, tahun 1913.

Kehidupan Helen setelah lulus dari Radcliffe University benar-benar diabdikan untuk memajukan nasib dari orang-orang yang memiliki kondisi sama atau hampir sama sepertinya. Beberapa tulisan yang ia buat setelah ia lulus adalah "The World I Live in" (ditulis selama tinggal bersama guru Anne dan suaminya), "Teacher : Anne Sullivan Macy" (buku mengenai Anne Sullivan yang diterbitkan pada 1955, setelah kematian Anne Sullivan).

Hubungan antara Anne dan Helen seperti anak dan ibu kedua, karena keduanya benar-benar saling peduli dan menyayangi satu sama lain. Helen dan Anne melakukan tur bersama keliling dunia, menuju lebih dari 39 negara, untuk berbagi mengenai pengalaman mereka. Ia tak kenal lelah karena ia juga melakukan kampanye, berkunjung ke Jepang dan bertemu dengan beberapa presiden Amerika Serikat, serta berteman dengan beberapa orang ternama seperti Mark Twain dan Charlie Chaplin.

Pada 1920, Helen membantu untuk mendirikan Civil Liberties Union (UCLA) dan pada 1921, ibu Helen meninggal dunia hingga Anne menjadi satu-satunya orang yang terus berperan kemudian. Namun setahun kemudian, Anne mengidap penyakit bronchitis akut dan akhirnya peran untuk penjelasan dalam ceramah Helen diambil oleh Polly Thomson, yang mulai menjadi sekretaris Helen dan Anne sebelumnya pada 1914. Bersama Polly, Helen mengadakan tur dunia untuk menggalang dana bagi penderita tuna netra. Kesehatan Anne terus memburuk hingga akhirnya meninggal pada 20 Oktober 1936.

Polly Thomson, ternyata juga mengalami kematian lebih dulu dibandingkan Helen. Pada 21 Maret 1960 ia yang telah mengidap stroke menghembuskan napas terakhirnya. Setelah itu, wanita yang mengurus Helen hingga tahun terakhirnya adalah Winnie Corbally, perawat yang sebelumnya merawat Polly yang sakit.

Kehidupan Helen tidak kandas begitu saja walaupun ditinggal oleh orang-orang yang ia sayangi dan yang menyayanginya. Helen tetap melajutkan kampanye hingga akhirnya aktivitasnya merambah ke Benua Asia, yaitu Indonesia. Helen sempat mengunjungi Indonesia pada 1955 dan bertemu dengan Presiden Soekarno. Helen datang untuk mendiskusikan kepentingan bersama bagi anak-anak buta di Indonesia. Ia meninggalkan sebuah mesin cetak Braille, melakukan kampanye pentingnya vitamin A bagi balita, menerapkan komitmen untuk mendidik anak-anak berkebutuhan khusus, dan juga meninggalkan 200 mesin ketik.

Hidup Helen Keller adalah indah dan istimewa. Dengan kekurangannya ia dapat membuat dunia lebih baik dan menginspirasi berbagai kalangan. Kisah hidupnya telah banyak diabadikan dalam bentuk film dan buku, seperti autobiografinya "My Religion", artikel khusus mengenainya yang ditulis oleh Michael Anagnos, film berjudul "Deliverance", sandiwara "Vaudeville", film dokumenter berjudul "Invisible", film "Helen Keller in Her Story", film "Miracle Worker", dan surat Barack Obama mengenai Helen Keller pada buku Obama berjudul "A Letter to My Daughters", serta masih banyak lagi berupa organisasi yang diwakilinya dan kontribusinya pada peran politik bidang sosialis dan di kalangan masyarakat buruh.

Pada tahun-tahun terakhir hidupnya, di bulan Oktober 1961 Helen mengalami serangan stroke pertama yang membuat ia harus dirawat di rumahnya di Arcan Ridge. Ia sempat dianugerahi medali kemerdekaan, meraih 2 piala Oscar untuk filmnya, penghargaan tertinggi yang diberikan negara kepada penduduk sipil, dan pada 1962 terpilih menjadi salah satu wanita yang diabadikan di Hall of Fame di sebuah pameran dunia New York.

Meninggal pada 1 Juni 1968 pada usia 88 tahun, jenazah Helen dikremasi di Bridgeport, Connecticut dan abu dirinya disimpan di Katedral Nasional, Washington, diletakkan bersebelahan dengan abu Anne Sullivan dan Polly Thomson.

Helen tidak meninggal tanpa mewarisi apa-pun. Kata-kata bijaknya yang masih dapat dilihat pada zaman sekarang seperti memberi tahu pada dunia bahwa ia masih ingin terus untuk memajukan dunia ini. Hatinya sangat baik karena rela berbagi dan berkotribusi pada kepentingan orang banyak. Ia membuktikan terlebih pada dirinya sendiri, bahwa untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi masyarakat global, kita membutuhkan ketulusan dan keikhlasan, usaha, serta doa atas izin Yang Maha Kuasa.

"Aku adalah diriku. Aku tidak dapat melakukan banyak hal. Namun aku mampu melakukan sesuatu. Aku tidak akan menolak untuk melakukan sesuatu yang sanggup kulakukan." (Helen Adams Keller).


Identitas
1. Nama: Helen Adams Keller
2. Tempat Tanggal Lahir: Tuscumbia, Alabama, 27 Juni 1880
3. Ayah dan ibu: Kapten Arthur Keller dan Kate Keller
4. Pendidikan, Pekerjaan:
-High School: Perkins Institute for the Blind (1888-1894)
-High School: Wright-Humason School for the Deaf (1894-1888)
-University: Radcliffe College (1904)
-American Civil Liberties Union
-NAACP
-Presidential Mental of Freedom (1964)
-French Legion of Honor
-National Women's Hall of Fame (1973)
-Missing Eye Both Surgically Removed (1930)
-Risk Factors: Meningitis, Blindness, Deafness
5. Karya:
-The Story of My Life (1902)
-Optimism: An Essay (1093)
-The Spirit of Easter (1904)
-Our Duties to the abalind (1904)
-The World I Live In (1908)
-The Practice of Optimism (1909)
-The Song of The Stone Wall (1910)
-The Miracle of Life (1910)
-Out of the Darks: Essays, Letters, and Adresses on Pyhsical and Social Vision (1913)
-My Religion (1927)
-Midstream: My Later Life (1929)
-We Bereaved (1929)
-Double Blossoms (1931)
-Peace ant Eventide (1932)
-Helen Keller in Scotland: A Personal Record Written By Herself (1933)
-Helen Keller's Journal (1938)
-Let Us Have Faith (1940)
-Teacher: Anne Sullivan Macy: A Tribute By The Foster Child of Her Mind (1955)
-The Open Door (1957)






  


Sabtu, 09 Februari 2013

Seed's Feeling

"A tree is wonderful living organism which gives shelter, food, warmth and protection to all living things. It even gives shade to those who wield an exe to cut it down".
-Buddha-

HALO! Namaku biji. Aku ada di suatu tempat yang hangat. Selalu damai, dan terlindungi. Ya. Tanah adalah ibuku. Aku dibesarkan oleh ibu dengan sangat baik. Aku selalu bahagia dengan dekapan dan pemberian ibu yang tanpa batas.

Paman tikus tanah dan bibi semut pernah berkata kepadaku, kalau suatu hari aku akan tumbuh besar. Berubah, berdiferensiasi menjadi pohon. POHON!!! Saat aku mendengar kata-kata pohon, aku membayangkan kakek kelapa. Kata ibu tanah, kakek kelapa sangat tinggi dan menjulang. Kokoh. Kalau ada cahaya panjang langit, kakek tidak jatuh dan mati. Kakek hanya goyang daun saja. Aku ingin sekali menjadi seperti kakek.

Tapi, waktu aku mendengar suatu hal dari tante cacing, katanya di luar perut ibu, ada suatu makhluk. Mereka tidak peduli dan suka merusak. Bahkan kakek juga mati di tangan mereka. Kata tante cacing, mereka bernama manusia. Kira-kira, apakah benar manusia itu jahat? Kata ibu, manusia juga yang berperan dalam kelangsungan hidupku di sini. Mereka suka memberi tambahan makanan untukku. Ya. Pupuk dan air itu kesukaanku. Manusia yang memberikannya, kata ibu.
Tapi... Bagaimana kalau nanti aku bernasib sama seperti kakek kelapa? Hmm, sebenarnya itu aneh. Kenapa kakek kelapa dibunuh? Padahal kakek kan tidak bersalah!

Aku tidak bisa membayangkan, bagaimana mungkin kakek yang kokoh mengganggu mereka? Kakek pasti melindungi mereka dari tetes besar air. Kakek pasti melindungi mereka dari terik panas matahari.

Hhh... Sepertinya aku harus menunggu waktu. Menunggu hingga aku tumbuh besar, dan merasakan apa yang akan terjadi.

Tidak ada yang tahu masa depan, bukan? Aku harus mempunyai semangat dan rasa bertahan. Untuk menjadi sosok pohon, yang melindungi ibu dan makhluk itu. Manusia.


*Some characters were inspirated by Suzue Miuchi, Bidadari Merah Series.


Hujan

Setiap air dari langit mestinya sampai di laut. Tempat perkumpulan banyak air. Tapi bagaimana dengan air yang menggenang? Air itu terpisah, terasing di sana. Apakah ia tak merasa tersesat? Atau sebaliknya, ia merasa beruntung menjadi wakil dari mayoritas? Bagaimana menurutmu?
Aku dilahirkan dari mimpi. Dibesarkan dan dirawat bersama mimpi. Terkadang memang mimpi itu sempat hilang, dan itu karena aku yang gagal menjaganya. Kenapa ya ia tidak menjaga? Ia harus dijaga. Karena dengannya aku bisa lebih hidup. Padahal hidup itu bukan mimpi. Tapi justru dengan putus asa aku gagal, dan dengan mimpi yang harus dijaga itu, aku pikir semua orang bisa bersinar.