Sebuah novel dari Tere-Liye, yang saya pilih untuk dibaca sebagai tugas, dan sebagai inspirasi. Ini dia..
Judul Buku : Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci AnginPenulis : Tere-Liye
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku : 264 halaman
Cetakan : ke-6
Tahun Terbit : 2012
Harga : Rp 43.000,00
Bermula dari teka-teki. Prolog kisah ini menggambarkan suasana tempat yang bersejarah dalam kehidupan tokoh utama. Ya, sebuah toko buku.
Tania namanya, dengan adiknya Dede, yang tinggal hanya bersama ibu mereka karena ayah mereka telah tiada. Tania kecil, digambarkan sebagai gadis kecil yang mengerti, seperti apa kondisi hidup dengan masalahnya yang selalu ditemui.
Dari segi tokoh, Tere-Liye menciptakan tokoh yang menarik. Hidup setelah ayah tiada membuat seorang Tania tegar. Ia dan Dede mencari penghasilan dengan memukul kencrengan. Ibu Tania adalah seseorang yang sangat memerhatikan anaknya. Kasih sayang dan pengharapan seorang ibu sangat tampak dari dialog yang dituliskan. Dede, seorang anak laki-laki kecil yang penuh rasa ingin tahu. Cerdas, hobi bermain lego. Danar Danar, tokoh yang sangat berpengaruh bagi Tania. Dapat membuatnya bertekuk lutut pada perasaan yang ia ciptakan sendiri. Dan Ratna, teman seorang Danar. Mematahkan hati Tania yang masih rapuh seperti kapas kala dibendung rasa suka.
Cerita berawal dan bermula pada tempat yang sama, dengan pokok bahasan berbeda. Membuat semua teka-teki dapat terungkap dalam bagian akhir buku ini.
Alur bermula dari pertemuan Tania, Danar, dan Dede. Sehabis mengamen, Tania kecil yang berjalan di atas bus menginjak paku payung dengan ujungnya yang mengarah ke atas. Aduhan dan tangisannya membuat Danar, yang ada dalam bus itu langsung memberi pertolongan pertama. Tere-Liye sangat kaya dalam bermain kata. Kalimat-kalimat yang ada menggambarkan dengan jelas seperti apa kejadian yang terjadi dan membawa pembaca "masuk" ke dalam cerita.
Setelah pertolongan pertama, Danar esoknya kembali bertemu dengan Tania dan Dede kecil. Berada di bus seperti kejadian kemarin. Persis sama seolah telah menunggu mereka. Danar sangat ramah. Ia memberikan dua pasang sepatu baru untuk Tania kecil.
Kemudian suatu hari, Danar datang ke rumah Tania dan Dede. Ia telah dianggap sebagai anak sendiri oleh ibu Tania. Pada hari yang istimewa, ia mengajak Tania dan Dede ke toko buku.
Perasaan Tania dilukiskan secara jelas dalam bagian ini. Danar yang baik terlihat sangat bijaksana, memesona, dan perhatian. Tanpa disadari, Tania kecil telah merasakan perasaan suka.
Cerita ini terus berlanjut hingga suatu hari ibu Tania meninggal dunia karena sakit. Pesan yang disampaikannya untuk Tania adalah agar jangan pernah menangis kecuali karena Danar. Hal ini karena Danar sangat berpengaruh pada keluarga mereka. Danar memiliki sebuah kelas mendongeng tempat anak-anak menerima ilmu. Danar sebagai pendongeng dan mereka sebagai pendengar. Tania sangat bahagia untuk bertemu dan mendengar Danar mendongeng di kelas tersebut.
Cerita ini berjalan dengan alur maju-mundur. Di mana pada awal cerita, Tere-Liye membawa kita kepada kisah pertemuan Tania dan Danar. Kisah hidup mereka bersama Ratna dan Dede. Tania cerdas, dan itu berkat dorongan kata-kata dari Danar. Tania bisa mendapat beasiswa ke Singapura, dan tak putus kontak dengan Danar dan Dede. Ratna adalah seorang wanita yang hadir di tengah rasa suka Tania terhadap Danar. Ia adalah pacar Danar. Mereka tidak terlalu lama menjalin hubungan karena setelah Tania sekolah di Singapura mereka sempat mengakhiri hubungan.
Dede tumbuh menjadi seorang remaja yang hobi main lego, mainan tecerdik sedunia. Dede hobi bertanya, penuh rasa ingin tahu, dan menjadi pengamat ulung bagi Tania, Danar, dan Ratna.
Cerita terus berlanjut sampai pada titik puncak di mana Ratna dan Danar merencanakan pernikahan. Tania sangat tepekur. Dan Tere-Liye lagi-lagi dengan sangat piawai menyampaikan perasaan hati Tania dengan kesedihan mendalam. Seperti dalam kalimat Tania, "Hatiku seketika mengukur kepedihan".
Epilog dalam kisah ini, tidak seperti "happy ending" yang membuat pembaca turut bahagia. Sesuai tema, setelah Danar menikah, Tania menerima, menjalani, dan berusaha melepas bayangan Danar yang sangat ia cintai. Ia memang mencari pelarian, namun pada akhirnya ia bisa bebas.
Danar, sebagai seorang kepala keluarga, justru pada akhirnya berubah. Ratna merasa heran, cemas, dan khawatir. Dalam bagian ini digambarkan Danar yang sering keluar rumah dan pulang tengah malam. Terkadang Danar tidak diketahui keberadaannya.
Dan ternyata, saat Tania memberanikan diri kembali untuk bertemu Danar dan Dede, Dede-lah yang mengabarkan keanehan Danar. Ratna sudah sering bercerita, namun apa yang disampaikan Dede sangat menarik untuk disimak.
Pada masa Tania akan bersekolah di Singapura, Danar pernah memberikan sesuatu kepada Tania. Semacam liontin. Tania sangat bahagia. Namun saat mendapati bahwa Dede dan ibunya juga mendapat kalung yang sama, ia kecewa.
Kini, saat Danar berubah, Dede mengatakan bahwa liontin yang dimiliki Danar dan Tania berbeda dengan liontin yang dimiliki oleh ibu dan dia. Ternyata, di dalam liontin Danar dan Tania, ada potongan daun linden yang bila disatukan, akan utuh. Ini telah menggambarkan perasaan hati Danar terhadap Tania.
Tania yang mendengarnya langsung berpikir keras dan mencari Danar. Ia-pun bertemu dengannya di rumah kardus milik Tania, Dede, dan Ibu dahulu. Yang ternyata, sepetak tanah milik mereka sudah dibeli oleh Danar. Danar sedang duduk di bawah ayunan pohon kala Tania datang. Digambarkan dengan jelas kekagetan Danar dan perasaan Tania menuntut penjelasan.
Dialog terus bergantian dengan serius, hingga akhirnya Tania berpikir bahwa Danar malu. Tidak bisa jujur pada perasaannya. Terus-menerus Tania bertanya apakah Danar mencintainya. Dan Danar, hanya bisa diam.
Ujung kisah ini, menyedihkan untuk Tania dan Danar. Namun begitulah adanya. Ratna yang sedang mengandung, telah pergi ke rumah orang tuanya untuk menenangkan pikiran. Danar mau tidak mau, tentu harus bersikap dewasa. Ia harus menerima dengan ikhlas apa yang telah ia pilih. Tania, yang tersakiti sudah mengerti. Ia mengambil sikap jauh ke depan. Dengan memilih memulai kehidupan barunya. Ia tak pernah membenci Danar. Seperti judul pada buku ini, Tania meskipun luruh dari batang pohon, menjadi sehelai daun yang tak pernah membenci angin.